Sumenep, 11/08/2025 – Sekretaris Utama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham mendorong pelaku industri kosmetik untuk segera mempersiapkan diri menghadapi penerapan wajib sertifikasi halal pada Oktober 2026.
Dilansir dari Antara bahwa “Produk kosmetik tidak hanya dinilai dari kandungannya, tetapi juga seluruh prosesnya harus sesuai ketentuan halal. Termasuk aspek logistik, sehingga kehalalannya dapat ditelusuri secara menyeluruh dari hulu hingga hilir,” ujar Aqil dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan, ajakan ini sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya produk halal, termasuk pada kategori kosmetik.
“Konsumen kini memiliki tingkat kesadaran halal yang sangat tinggi. Pemerintah pun memberikan dukungan, antara lain melalui pembiayaan sertifikasi halal khusus bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK),” jelas Aqil.
Menurutnya, pelaku usaha yang mengabaikan kewajiban ini berisiko terkena sanksi, bukan hanya dari regulasi, tetapi juga melalui mekanisme pasar—yakni ditinggalkan konsumen.
Aqil juga menjelaskan, insentif yang diberikan pemerintah tidak semata berbentuk bantuan anggaran, tetapi juga dukungan non-anggaran, seperti program fasilitasi kemudahan sertifikasi halal.
“Pemerintah mempermudah proses, menyediakan pendampingan, dan memangkas biaya sertifikasi. Tinggal kemauan pelaku usaha untuk memulai persiapannya,” lanjutnya.
Di sisi lain, Aqil menyoroti masih ditemukannya produk kosmetik yang beredar secara daring tanpa sertifikat halal, yang menurutnya memerlukan perhatian serius dari semua pihak.
Sementara itu, Kepala Bidang Auditing LPH LPPOM Mulyorini Rahayuningsih menegaskan bahwa pelaku industri kosmetik harus memahami titik kritis kehalalan di seluruh rantai produksi.
“Mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi. Sertifikasi halal kosmetik tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga meningkatkan daya saing di pasar global yang permintaan produk halalnya terus berkembang,” ujarnya.
